Kamis, 08 April 2010

Ketika 40 Persen PTS Tak Sehat

Anton Prasetyo

Kedaulatan Rakyat, 8 April 2010

Mutakhir, Koordinator Kopertis Wilayah V DIY, Prof Dr Budi Santosa Wignyosukarto Dipl HE, menyampaikan bahwa tahun 2012 mendatang ditargetkan semua dosen harus bergelar S2. Di samping itu, pada tahun 2014 ditargetkan pula semua dosen sudah tersertifikasi. Hanya saja, 40 persen dari perguruan tinggi swasta (PTS) sampai kini tak sehat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tidak sehatnya sebuah PTS, imbuh Budi, ada pada kualitas dosen itu sendiri, keterbatasan tenaga pengajar, minimnya sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar bahkan minimnya jumlah mahasiswa. “Salah satu indikator PTS tak sehat itu, mahasiswanya kurang dari 1.000 orang sehingga mau tidak mau harus merger. Bagaimanapun juga PTS itu kan tergantung pada jumlah mahasiswa, semakin mahasiswanya banyak, itu berarti PTS tersebut semakin diminati dan berarti kondisinya sehat,” jelasnya. (Kedaulatan Rakyat, 6/4/2010).
Jika menanggapi Koordinator Kopertis Wilayah V DIY di atas, tentang target S2 untuk seluruh dosen dan sertifikasinya pada tahun 2014, tentu tak begitu sulit. Banyak jalan yang dapat dilakukan pemerintah atau terpaksanya setiap individu yang bersangkutan agar target tersebut terpenuhi. Untuk menargetkan tahun 2012 dosen harus S2, pemerintah dapat membiayai pendidikan S2 setiap dosen yang belum bertitel S2. Jika terpaksanya pemerintah tidak bisa (untuk mengatakan tidak mau), para dosen bisa berinisiatif untuk kuliah sendiri. Para dosen yang belum bergelar S2 ini, meski sekarang belum menapaki kuliah S2, dirinya masih diuntungkan, karena pemerintah memberi kesempatan untuk mengupayakannya. Waktu 2 tahun (2010-2012) bisa digunakan untuk seluruh proses belajar mengajar S2 mulai dari pendaftaran hingga yudisium.
Tentang sertifikasi pun demikian. Para dosen dapat mengupayakan dengan sekuat tenaga dalam jangka 4 tahun ini untuk mengejar nilai sertifikasi sebagaimana yang distandarkan pemerintah. Apalagi kini banyak kegiatan yang dapat diikuti para dosen sehingga menjadikan bobot poin sertifikasinya semakin melonjak. Waktu 4 adalah kesempatan besar bagi dosen untuk meraih sertifikasi. Hanya saja, meskipun dosen, tanpa adanya kreatifitas nyata, tak mungkin akan tersertifikasi meski dengan jangka waktu yang relatif panjang.
Yang menjadi permasalahan utama sekarang adalah, terkait kualitas dosen, keterbatasan tenaga pengajar, minimnya sarana dan prasarana kegiatan belajar mengajar dan minimnya jumlah mahasiswa. Dalam ranah ini, pembahasannya adalah terkait dengan kualitas. Dari kesemuanya tidak dapat diraih hanya dengan para dosen ber-S2 atau bersertifikasi. Keduanya tak dapat menjamin kualitas dosen semakin baik. Dalam artian, dosen yang telah tersertifikasi dan ber-S2 belum tentu bisa memiliki nilai guna yang lebih dari pada dosen yang belum memenuhi keduanya.
Begitu pula dengan minimnya tenaga pengajar juga sarana dan prasarana. Kedunya meski bisa diupayakan, namun tidak semua PTS bisa melakukannya dengan cepat. Apalagi kaitan dengan jumlah mahasiswa, ini terkait dengan kualitas dan citra PTS bersangkutan. Sangat susah PTS yang belum memiliki citra bagus akan langsung melejit, mengeruk banyak mahasiswanya. Dengan kata lain, bagaimanapun kualitas PTS, termasuk instrumennya harus selalalu memiliki kualitas unggulan, bukan sekedar kuantitas. Wallahu a’lam