Rabu, 03 Maret 2010

Surat Tanda Tamat (Tidak Lulus) Belajar

Surat Tanda Tamat (Tidak Lulus) Belajar

Oleh: Anton Prasetyo
Guru Esktrakurikuler MA Nurul Ummah Yogyakarta

Dimuat KR, 4 Maret 2010

Kedaulatan Rakyat pada 27 Februari 2010 lalu menyuguhkan berita keberadaan Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) bagi siswa yang tidak lulus pada Ujian Nasional (UN). Diharapkan STTB mempunyai nilai guna bagi siswa yang tak lulus UN. Siswa yang gagal UN, dengan adanya STTB bisa memiliki nilai tawar dalam melamar pekerjaan atau akan bergabung dengan beragam isntansi karena STTB yang ada diakui.
Rencana ini tentu sangat menarik perhatian, apalagi bagi siswa. Mereka tidak melulu memikirkan UN yang notabene hanya memerhatikan kecerdasan kognitif. Meskipun dalam mengerjakan UN dirinya divonis tidak lulus, karena minimnya nilai, dirinya mempunyai kesempatan untuk berkreasi dan bekerja dengan leluasa. Kesempatan berkreasi, mengembangkan ilmu pengetahuan dan pengalaman tidak sekedar di dalam lembaga pendidikan formal. Mereka bisa mendapatkan guru yang lebih mumpuni dan belajar sendiri (baca: otodidak). Bahkan tak sedikit dari generasi muda di dalam dan luar negeri meraih prestasi gemilang tingkat dunia karena belajar otodidak.
Dalam bekerja pun demikian. Tak sedikit dari para pekerja kita yang mahir dalam bekerjanya bukan karena belajarnya di sekolah formal. Banyak dari pekerja sukses yang hanya berpendidikan minim, tak lulus Sekolah Dasar atau bahkan tak berpendidikan sama sekali. Namun demikian, Karena dirinya tekun dalam berproses mendalami pekerjaan yang dilakoninya, dirinya bisa menjadi orang yang sukses dalam bekerjanya.
Sementara, kita juga tak dapat menghitung berapa juta penganggur terdidik (baca: sarjana tanpa mendapat pekerjaan), karena terlalu banyaknya. Para sarjana kita banyak yang ke sana ke mari membawa ijazah untuk melamar pekerjaan. Namun demikian dirinya tak juga mendapatkan pekerjaan yang bisa dilakoninya. Bahkan banyak instansi pekerjaan yang tidak menerimanya dengan baik, para instansi acuh dengan lamaran para lulusan perguruan tinggi ini. Bagaimanapun saat ini instansi kerja, dalam merekruit pekerja barunya, tak cukup hanya mengandalkan ijazah, namun juga kecakapan kerjanya.
Kendati demikian, keberadaan legalisasi dari pemerintah juga tak dapat dinomorduakan. Kini seluruh instansi, termasuk isntansi kerja, selain menuntut adanya kebisaan kerja, juga mensyaratkan adanya ijazah yang telah disahkan pemerintah. Artinya, seberapapun kemampuan calon pekerja, tanpa adanya ijazah akan mendapat tatapan sebelah mata dari instansi yang dilamarnya. Lebih dari itu, sebelum calon pekerja tersebut mengajukan lamaran kerjanya, dirinya sudah merasa down karena dalam banyak iklan persyaratan seorang calon pekerja harus bertitel alias mempunyai ijazah yang telah dilegalkan pemerintah.
Nah, dari sini, jika STTB yang tak lain adalah legalisasi pemerintah terhadap jerih belajar siswa nantinya benar-benar diakui, tentu akan menjadi terobosan baru bagi siswa-siswa kita yang tangguh dalam beragam kemampuan namun secara kognisi lemah. Mereka akan mendapat tempat untuk mengembangkan kreasi juga keilmuannya sehingga akan menjadi orang-orang yang unggulan dan nantinya bisa menjadi manusia yang bermanfaat untuk diri dan lingkungannya. Wallahu a’lam