Jumat, 13 Maret 2009

Netralisasi Pembodohan Politik

Oleh: ANTON PRASETYO
Dipublikasikan SKH Galamedia, 13 Maret 2009

TINGGAL menghitung hari. Pesta demokrasi 2009 akan digelar 9 April mendatang. Partai politik (parpol) dan calon legislatif (caleg) sangat menghargai waktu 268 hari masa-masa kampanyenya.

Bagi parpol dan/atau caleg serta pendukungnya sejak 12 Juli 2008 hingga 5 April 2009 adalah hari-hari "haram" untuk berleha-leha. Saat itulah mereka harus mengampanyekan diri sekuat tenaga. Bergerilnya mencari simpatisan kepada masyarakat sebanyak-banyaknya. Tujuannya agar masyarakat menjadi bagian, mendukung dan/atau sekadar memilihnya pada pelaksanaan pemilu mendatang.

Untuk dapat memanfaatkan waktu tersebut, berbagai media massa digagahinya. Mulai dari media massa cetak (koran, majalah, buletin, dsb.) hingga audiovisual, tidak ada yang terlewatkan. Bahkan tidak jarang, untuk mengenalkan sekaligus mempromosikan parpol dan/atau caleg dengan cara door-to-door. Dalam kampanyenya seakan setiap parpol dan/atau caleg mengatakan "Ini lo saya, akan memberikan kemakmuran pada masyarakat jika nanti menjadi pemimpin kalian".

Harapannya, dengan berbagai metode kampanye ini dapat meraup pengikut dan pemilih sebanyak-banyaknya. Dirinya menjadi parpol dan/atau caleg nomor wahid.

Kendati berbagai macam cara kampanye dilakukan, perolehan massa sering kali masih mengecewakan. Akibatnya tidak sedikit dari parpol dan/atau caleg agar medapatkan massa sebanyak-banyaknya terpaksa menggunakan cara-cara yang (semi) curang. Masyarakat diperdaya dengan berbagai tayangan iklan menggiurkan. Dalam iklan tersebut parpol dan/atau caleg menjanjikan berbagai program kerja. Dirinya juga menampakkan kebaikan atau sering dikata jasa-jasanya.

Dalam pada itu, masyarakat yang notabene mayoritas masih awam dengan dunia perpolitikan (baca: parpol dan/atau caleg) yang ikut manggung pada pesta demokrasi 2009 mendatang tidak punya pilihan lain selain memilih parpol dan/atau caleg yang sering muncul di hadapannya. Teori "tak kenal maka tak sayang" mau tidak mau berlaku di sini. Parpol dan/atau caleg yang tidak dikenal masyarakat maka tidak akan disayang dan dipilih masyarakatnya. Sebaliknya, yang dikenalnya, maka akan dipilihnya.

Alhasil, parpol dan/atau caleg yang mempunyai uang banyak dan bisa mempresentasikan dirinya di hadapan khalayak, besar kemungkinan akan dapat memenangkan pertarungan pada pesta demokrasi 2009 mendatang. Sementara parpol dan/atau caleg yang tidak beruang, siap-siap gulung tikar karena tidak bisa dikenal masyarakat sehingga tidak dipilihnya.

Di sini sebenarnya bukan hanya parpol dan/atau caleg tidak beruang yang dirugikan. Masyarakat merupakan orang nomor satu yang dirugikan. Dengan hanya melihat iklan di layar televisi, koran, dan semacamnya, masyarakat tidak bisa mengetahui siapa dan apa yang benar-benar baik dan sebaliknya. Unsur penipuan dalam iklan pasti adanya.

Curang

Iklan yang ada pada layar televisi, halaman koran, dan semacamnya kiranya masih dalam lingkup kewajaran. Pun begitu banyak pelanggaran yang dilakukan para pelaku kampanye. Di antara pelanggaran yang dilakukan adalah menyalahgunakan waktu dan tempat. Banyak tempat dan waktu yang tidak diperbolehkan untuk berkampanye, namun kenyataannya dipakai.

Pertama, pelanggaran waktu. Semenjak awal banyak caleg dan/atau parpol mengampanyekan diri saat belum waktunya. Sebagaimana yang penulis suguhkan di atas, batas awal dan akhir kampanye pemilu caleg adalah tanggal 12 Juli 2008 hingga 5 April 2009. Namun begitu sebelum tanggal 12 Juli 2008 sudah banyak yang melakukan kampanye. Termasuk juga bagi mereka yang melakukan kampanye secara semu, berkunjung ke pedesaan dengan mobil bergambar caleg dan/atau parpol.

Kedua, pelanggaran tempat. Sejak awal terdapat tempat-tempat yang tidak diperbolehkan untuk berkampanye. Di antaranya adalah area pendidikan. Aturan ini sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Selain itu juga di tempat-tempat yang ditentukan daerah semacam di Yogyakarta adalah di alun-alun utara.

Kendati kecurangan di mana-mana namun semuanya seakan tidak dapat diberantas. Pemerintah tidak bisa banyak berbuat. Nah, langkah pemerintah yang kiranya sekarang tepat adalah mencerdaskan masyarakat. Jangan sampai masyarakat termakan pengaruh negatif kampanye.

Sosialisasi pemerintah tentang parpol dan/atau caleg kepada masyarakat jangan sampai kalah saing dengan iklan parpol dan/atau caleg yang ada. Inilah metode yang dapat diterapkan saat ini agar nuansa pembodohan politik terhadap masyarakat (baca: kampanye) tidak terlalu berpengaruh kepada masyarakat. Dan kiranya saat ini masih ada waktu jika pemerintah saat ini mulai bergerak cepat. Wallahu a'lam. (Penulis, Koordinator Litbang Lembaga Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat /LP2M Pesantren Nurul Ummah Yogyakarta)**