Senin, 02 April 2012

Lepas Iman

Masihkah kita mengaku beriman?
Setiap hari kita membiarkan tetangga kesusahan
Kita enak-enakan makan berlebihan,
tetangga dalam sehari tak pasti mendapati nasi
Padalah siapa saja beriman meskinya berbaik pada tetangga

Masihkah kita mengaku beriman?
Saat yang datang bertamu orang-orang berkantong tebal,
Mereka akan membantu,
kita sambut mereka dengan riang ceria
Segala suguhan kita hidangkan,
bahkan yang tidak pernah ada pun diada-adakan
sementara,
saat yang datang orang miskin,
pengemis,
sebelum datang pun kita sudah buru-buru kunci pintu
jangan sampai mereka bertamu kepada kita
padahal syarat kita beriman adalah memuliakan tamu,
tentu bukan pilih-pilih,
mana tamu yang berkantong tebal atau tipis

Masihkah kita mengaku beriman?
opini publik selalu kita gencarkan
kata-kata terus kita gencarkan
kita salahkan pemerintah,
kita salahkan guru,
kita salahkan tetangga,
kita salahkan rakyat,
sementara diri tidak pernah kita introspeksi
padahal dalam beriman kita meski berkata baik,
jika tidak, mending kita diam

(Anton Prasetyo, 2 April 2012)