Jumat, 27 Maret 2009

Berurat akar pada pesimisme

Oleh Anton Prasetyo

Dipublikasikan SKH Wawasan, 24 Maret 2009

ADANYA koalisi sebenarnya berurat akar pada pesimistisme sebuah partai politik (parpol) mengajukan calon presiden (capres) secara mandiri. Membludaknya parpol peserta pemilu adalah sebagai alasannya. Suara rakyat terpecah sejumlah parpol yang ada. Fragmentasi parpol berakibat minimnya perolehan kursi parlemen.

Dalam pesta demokrasi 2009 ini kita dapat mengaca pada pemilihan umum (pemilu) sebelumnya. Untuk bisa mengajukan pemilihan presiden (pilpres) pada Pemilu 2004 terdapat Koalisi Kebangsaan dan Koalisi Kerakyatan. Pada Koalisi Kebangsaan mencalonkan Megawati-Hasyim Muzadi sebagai presiden dan wakil presiden. Koalisi ini dimotori oleh PDIP, Partai Golkar, PPP, PDS. Sementara koalisi kerakyatan berambisi untuk menjadikan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK) untuk menduduki kursi RI-1 dan RI-2.

Sehingga tidak heran menjelang pemilu legislator 9 April ini insan perpolitikan sudah sibuk membicarakan koalisi antarpartai. Hal ini dikarenakan setelah pemilu 9 April mendatang parpol yang memenuhi syarat (termasuk yang berkoalisi) harus segera menyetorkan calon pasangan presiden dan wakilnya.

Mutakhir, di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kaukus Politisi Muda Lintas Partai yang ditandatangani perwakilan dari tujuh partai di DIY (PAN, PDIP, PPP, PKB, Partai Golkar, Partai Patriot, dan Partai Damai Sejahtera) bersama-sama menyatakan dukungan terhadap pencalonan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X sebagai Calon Presiden RI masa bhakti 2009-2014.

Meski belum final, dapat dikatakan kaukus ini berkoalisi menyalonkan Sultan sebagai capres setidaknya sudah ada tanda-tanda mengarah ke sana. Multiparpol sudah bersama membentuk kekuatan bersama, menyatukan suara, memilih satu calon presiden. Apalagi dalam kaukus tersebut juga sudah menyatakan mendukung perubahan yang dipimpin Sultan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara adil, makmur, dan beradab. Selain itu, mendukung Sultan yang berkedudukan sebagai pimpinan yang bercita-cita luhur menjadikan Indonesia sebagai negara yang membawa kesejahteraaan bagi masyarakat dan membangun persatuan Indonesia.

Filosofi gembala
Semua orang mengamini, dalam memilih tentu memilih yang terbaik demi kebaikan selanjutnya. Tidak terkecuali pada pilpres ini, dengan cara apa pun diharapkan presiden yang telah dipilih menjadi presiden yang representatif dengan yang semestinya. Sebagai seorang presiden harus bisa menjadikan seorang "penggembala".

Penggembala merupakan seorang yang bisa menggembala seluruh gembalaannya dengan karakter yang beragam. Di tengah lapang seorang penggembala harus rela berpanas- panas juga kehujanan demi keselamatan dan kenyangnya gembalaannya. Selain itu dirinya juga harus menjaga gembalaannya agar tidak sampai mencuri rumput tetangga. Dirinya juga harus membawa berangkat dan pulang dengan tepat waktu dan jumlah gembalaan tetap seperti sedia kala, jangan sampai ada yang tertinggal satu pun.

Sifat sebagai seorang gembala harus ditanamkan pada diri seorang presiden. Seorang presiden harus bisa menerima perbedaan karakter masyarakatnya. Perbedaan suku, ras, agama dan lain sebagainya tidaklah menjadi penghalang untuk memberikan keadilan kepada mereka untuk mendapatkan perhatian gembalaan secara adil. Apalagi sudah sampai tataran kesamaan atau perbedaan golongan. Jangan sampai persamaan atau perbedaan ini juga menjadikan seorang presiden pilih kasih. Seluruh rakyat mempunyai hak yang sama.

Betapa selama ini kemuskinan melanda di seluruh pelosok Indonesia. Mereka tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah untuk sekadar memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Di sisi lain ada juga masyarakat yang berleha-leha dengan kemewahannya, terus mendapat asupan harta dari pemerintah.

Selain itu sebagai seorang yang menggembala, seorang presiden juga harus bisa memperhatikan akhlak seluruh yang digembalakannya. Jika seorang gembala kambing bisa menghentikan kambingnya yang akan mencuri rumput, presiden tentunya bisa menghentikan tindak korupsi dan segala bentuk kejahatan, virus-virus yang terus menggerogoti akhlakul mahmudah bangsa.

Jika saja koalisi yang dilakukan saat ini bisa menghasilkan presiden yang bisa menggembala seluruh rakyat Indonesia, tentu Restorasi Primordial Politik yang luhur akan tercapai. hf